RASIONALISASI MITOS[1]


Oleh: Ahmad Riyadi

Tulisan sahabat Ahmad Kusyairi dalam wacana Mitos Di Era Virtual telah mereduksi faktor kesejarahan, pelacakan terhadap wacana mitos hingga menjadi mitologi diperlukan agar pemahaman terhadap mitos tidak parsial.  Mitos di era digital adalah sebagian, tapi sebagian yang lain mitos adalah paradigma baru. Mitos era digital dicontohkan memiliki nilai yang buruk satu sisi, tapi kalau dilacak pada akar kesejarahannya mitos adalah keanggunan yang perlu dilestarikan.

Harus diakui bahwa perkembangan besar teknologi digital telah melahirkan berbagai perangkat media sosial dan telah membentuk masyarakat virtual juga. Masyarakat virtual mewakili model interaksi sosial baru. Interaksi sosial ini menghasilkan heterogenitas makna, sementara makna telah berubah. Keberadaan makna ditentukan oleh respon masyarakat virtual, bagaimana mereka melestarikan, menolak dan menghasilkan makna baru. Oleh karena itu, masyarakat virtual menjadi produsen, agen, dan konsumen makna sekaligus, wacana makna berubah menjadi mitos kemudian. Mitos mempengaruhi cara orang berpikir dalam mengambil realitas virtual sebagai realitas sejati.Harus diakui pula bahwa mitos era digital telah membentuk mileue baru dengan budaya baru dalam perpektis nilai.

Saya mencoba menyajikan rasionalisasi mitos dalam perspektif nilai, budaya dan perempuan sebagai perbandingan atas tulisan sahabat Ahmad Kusyairi dalam perspektif yang lain.

Mitos Dan Nilai

Mitologi (mitos dan logos dari bahasa Yunani) yang berartipengetahuan yang rasional. Jadi arti Mitologi dapat dikatakan sebagai upaya untukmerasionalkan cerita-cerita yang diyakini oleh masyarakat. Erat kaitannya antara sebuah kisah mitologi dengan sebuah nilai yang terkandung di dalamnya.Nilai yang dimaksud adalah apa yang dapat diambil oleh pembaca kisah mitologi dan mengetahuisecara jelas maksud dari kisah mitologi tersebut. Maka definisi nilai sendiri sama halnya jikadikaitkan pada segala aspek kehidupan manusia, misalnya kita dapat mengambil sebuah nilaidari kebudayaan, entah berupa pesan moral ataupun material nyata (peninggalan suatukebudayaan), atau sebuah nilai dari ilmu pengetahuan yang digunakan sebagai pengetahuanwawasan manusia. Mitologi tidak harus nyata tapi mengandung makna nilai. Sikap manusia dengan enteng meniadakan hal yang tidak nampak dan tidak rasional dan menerima hal yang terbukti secara material telah juga mendistorsi hakikat nilai dari mitos. Namun tidak semua yang disampaikan mitologi hanyalah dongeng omong kosong. Ada sebuah nilai di dalamnya yang secara tidak langsung juga merepresentasikan kehidupan manusia entah pada masa lalu, atau malah untuk sikap-sikap manusia masa kini.

Edith Hamilton (dalam buku Mitologi Yunani) mengatakan jika kita dapat melacak jejak peradaban manusia sejak terpisah dan menyatukan diri dengan alam dankisah-kisah mitos selalu mampu mengajak kita penikmatnya menikmati pesona masa lampau.Nilai yang terkandung pada kisah mitologi tidak bersifat mutlak, dengan artian tidak memilikikebenaran universal. Nilai sebuah kisah mitologi bersifat relatif yang tentu saja berdasar persepsimasing-masing. Kisah mitologi hanyalah teks, kita mendapat nilai ketika kita

Lebih lanjut Edith Hamilton membagi mitologi menjadi dua; metologi timur dan barat. Mitologi Qais dan Laila, Mahabarata, Bawang Putih Dan Bawang Merah, Wewe Gombel, cerita pewayangan dalam epos Tanah Jawa yang mewakili mitologi timur. Mitologi Dewa Apollo (Dewa Matahari: Yunani), Putri Salju, Cinderella mewakili mitologi barat. Persamaan mitologi timur dan barat sama sama sarat nilai yang bisa dijadikan khazanah intelektual.

Seperti ungkapan Alberto Knox pada novel Dunia Shopie karya Jostein Gaardner “Dia (Kant) membuka suatu dimensi keagamaan. Disanalah, di mana akal maupun pengalaman tidak ada, terjadinya kekosongan yang hanya dapatdiisi oleh iman”, dalam arti lugas “Mitologi membuka dimensi nilai kehidupan, di mana akal dan pengalaman tidak ada,kekosongan yang hanya dapat diisi dengan sebuah hikmah”

Mitos dan Budaya

Beberapa tema universal dalam mitos hampir selalu terdapat di berbagai kebudayaan di dunia, tema dan nilai-nilai yang dibawa dalam mitos ini akan berkembang menjadi aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang harus dilakukan manusia untuk menghormati Tuhan, Manusia dan alam (Hablum Minallah, Habmlum Minannas dan Hamblum Minal alam) dan kebiasaan ini berujung pada budaya yang diwariskan turun temurun walaupun di beberapa wilayah mengalami distorsi dalampenyampaian ke generasi berikutnya (Mia Angeline: Marketing Communication Department, Faculty of Economics and Communication, BINUS University). Dari mitologi muncul ekologi masyarakat baru: organisasi, sosial dan paradigma baru dalam peradaban manusia. Seperti mitologi masyarakat Madura “Taniyan Lanjang”yang menggambarkan kekerabatan (milieu) dan satu Langgar sebagai representasi keimanan milieu. Seperti halnya budaya Carok dan pepatah Etembang Pote Tolang Ango’ Pote Mata adalah mitologi yang menggambarkan keberanian dan jiwa patriotisme.

Jika diperhatikan dari beberapa contoh, tema yang diambil dalam mitos selalu disesuaikan dengan lingkungan tempat tinggal masyarakat tersebut. Misalnya, masyarakat yang tinggal di pegunungan atau hutan akan mempunyai banyak mitos yang terkait dengan sungai dan tidak ada satupun mitos yang terkait dengan lautan. Begitu pula sebaliknya, hal ini menjadikan mitos tersebut terkesan nyata dan makin dipercaya.

Mitos Dan Perempuan

Film G.I. Jane (1997) besutan sutradara Ridley Scott menceritakan tentang drama perang Amerika. Jane (Demi Moore: Pemeran utama) digambarkan sebagai sosok perempuan yang berhasil menembus pelatihan Navi SEAL yang kesemuanya dihuni oleh laki laki dan Jane berhasil sebagai pemenangnya. Film ini mendobrak mitos feminisme yang selalu lekat pada seorang perempuan. Kekuatan dari identifikasi antara teknologi dan kejantanan tidak melekat dalam perbedaanjenis kelamin biologis.

Persenjataan, teknologi, pertanian, politik bahkan agama yang didominasi oleh laki-laki (maskulinitas) akan berkonspirasi untuk mengurangi pentingnyaperempuan dalam dunia tersebut. Mitos dunia perempuan (feminis) memperparah stereotip bahwa perempuan identik dengan dunia hortikultura, memasak, perawatan anak, reproduksi dan kebodohan. Ini lebih merupakan hasil dari sejarah dan budaya konstruksi gender. Stereotip ini memengaruhi pilihan karier perempuan di dunia pendidikan termasuk pemilihan bidang studi yang tidak merata dan menjadi hal yang identik. Terdapatpenggolongan bidang studi di kampus, bahwa jurusan tertentu bersifat maskulin dan yang lainnya feminin, sehinggatimbul pandangan bahwa perempuan yang menggeluti bidang teknik adalah perempuan yang kelaki-lakian (tomboy).

Dapat disimpulkan tujuan dari mitos adalah sebagai perekat masyarakat yang dapat menjelaskan realitas dan budaya yang ada. Mitos memberikan panduan mengenai apa yang nyata dan penting bagi kehidupan suatu kelompok masyarakat. Terkait dengan mitos dan legenda, simbol dan metafora memainkan peran kunci dalam transformasi, baik ditingkat individu, group, organisasi, atau sosial. Hal ini dikarenakan simbol dan metafora mempunyai ketertarikan dari sisi nonrasional dan emosional manusia, dan mempunyai dampak mendalam pada kesadaran manusia



[1]Tulisan ini dimaksudkan sebagai tanggapan atas tulisan Akhmad Kusyairi, Mitos di Era Virtual.

Posting Komentar

0 Komentar