Diskusi Ilmiah MWCNU Pasongsongan Memperbincangkan Klientelisme di Lingkuangan NU

 

Dalam diskusi rutin yang digelar di Kantor MWCNU Pasongsongan, pada Ahad (18/04/21) malam, K. Ahmad Riyadi sebagai pemateri mengatakan bahwa aktivis NU harus berkarakter, bebas dan merdeka dalam menentukan NU ke depan.

“Namun, yang menjadi persoalan, klientelisme yang mengakar di lingkungan NU sangat mengikat, sehingga aktivis NU serba pakewuh untuk bergerak,” katanya.

Jadi, relasi patron klien yang selama ini mengakar di lingkungan NU, menurut Ketua MWCNU pasongsongan itu bukanlah solusi menuju organisasi yang berkemajuan.

“Sebaliknya, relasi tersebut justeru membuat NU semakin mundur,” tegasnya.

Sementara itu, K. Ahmad Fajar Syiddiq yang hadir sebagai pembanding menyatakan, relasi patron klian bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan, apalagi di lingkungan NU. Sebab, dalam struktur NU, Ulama ditempatkan pada urutan teratas.

“Jika ulama dianggap sebagai patron, maka ulama dalam NU ditempatkan paling teratas,” ungkap Wakil Rais Syuriah MWCNU Pasongsongan itu.

Hal senada juga diungkapkan K. Kamilul Himam, bahwa klientelisme merupakan sebuah keniscayaan. Dalam islam sendiri, ulama memperoleh tempat yang paling istimewa.

“Mimang, pada dasarnya manusia itu sama. Namun, yang membedakan, yakni persoalan ketakwaannya, sehingga wajar jika ulama atau kiai memperoleh posisi yang paling dimuliakan,”

Karena itu, gelar ulama menurut Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Pasongsongan itu bukanlah sesuatu yang gratis diperoleh. Ada proses panjang harus dilalui sehingga ia pantas di sebut sebagai ulama atau kiai.         

“Jadi, klientelisme merupakan suatu keniscayaan,” pungkas 


Pewarta: Atoul Hasan

Editor: Ahmad Junaidi

Dokumen: MWCNU Pasongsongan

Posting Komentar

0 Komentar