MENJADI AKTIVIS MERDEKA

Oleh: Ahmad Riyadi*

Barangkali perlu ada perubahan sistematis dalam wacana pergerakan aktivis Nahdlatul Ulama pada akar rumput, dimulai dari struktur NU yang masih terkesan kaku dan hegemonik. Wacana ini tentu menjadi wacana yang dialektis dan baru di kalalangan santri tradisional konservatif. Pergerakan pemangku kepentingan di Nahdlatul Ulama perlu mereview pergerakan dalam dialektika kekinian, yakni menjadi pergerakan yang dinamis, humanis dan egalitarian sehingga tercipta dialog yang terbuka.

Patron client yang selama ini lekat di kalangan Nahdlatul Ulama tidak menjadi solusi organisasi yang berkemajuan, malah cenderung stagnan. Patron client bisa kita lihat dalam perspektif nasab keilmuan, struktur oganisasi yang kaku dan ketokohan individu. Pola hubungan ini mewarisi tradisi kolonial sehingga ada garis demarkasi yang tidak sehat dan terpolarisasi menjadi hubungan raja dan hamba, kuat dan lemah, atasan dan bawahan, cerdas dan bodoh.

Mbah Wahab Hasbullah sebelum awal berdirinya NU menjadi motor gerakan dialog kebangsaan yang dinamis, humanis dan egalitarian tanpa memandang stratifikasi sosial keagamaan melalui kelompok studi Taswirul Afkar. Melalui Taswirul Afkar inilah, embrio lahirnya Nahdlatul Ulama. Tradisi semacam ini bukan hal yang baru di kalangan kiai Nahdlatul Ulama, hanya di kemudian hari menjadi tradisi yang dianggap tabu karena tradisi ini “dihabisi” pemikiran konservatif dan stagnan.

Hubungan struktural Nahdlatul Ulama dan warga harus menjadi hubungan yang egaliter dan humanis, pemangku kebijakan di Nahdlatul Ulama harus terbuka dan solutif dalam wacana ke-NU-an, sehingga aktivis Nahdlatul Ulama menjadi terbuka, dialogis dan bergerak merdeka tanpa ada ketakutan terhadap doktrin doktrin yang membuat “sumpek” terhadap pemikiran reformatif. Wacana ini tentu membuat “merah telinga” kita, karena kita tidak siap terhadap pemikiran-pemikiran progresif. Keengganan dari para pemangku kebijakan di Nahdlatul Ulama ini akan menyebabkan mundurnya gerakan aktivis NU untuk bangkit dari keterpurukan.

Hubungan patron client harus berubah menjadi hubungan simbiosis dan masing masing memerankan diri sebagai pemikir dan aktivis merdeka di bawah bendera Nahdlatul Ulama.

Merubah mindset ini tentu bukan pekerjaan mudah bagi kalangan aktifis Nahdlatul Ulama, perlu dialog dan kesabaran sambil kongkow kongkow seruput kopi malam hari.

*) Penulis adalah Ketua MWCNU Pasongsongan.


Ilustrasi: ngopibareng

Posting Komentar

0 Komentar