Memaknai Gila dalam Diskusi Rutin Lesbumi MWCNU Pasongsongan

NU Online Pasongsongan

Dalam diskusi rutin yang digelar di Kantor MWCNU Pasongsongan, Selasa (01/06/21), Moh. Junaidi mengatakan bahwa gila tidak selalu merujuk kepada orang yang memiliki kelainan jiwa sebagaimana yang dipersepsikan banyak orang.

Hal itu ia ungkapkan ketika diminta sebagai pembedah cerpan Sang Penyair karya Yant Kaiy dalam diskusi rutin yang digelar oleh Lesbumi di Kantor MWCNU Pasongsongan.

Mengutip teori yang dikembangkan oleh Michel Foucault, pria yang juga akrab disapa Maniro AF ini mendefiniskan gila sebagai sebuah fenomena sosial. Teori tersebut, kata Maniro dilatarbelakangi oleh gagasan mengenai fenomenologi yang dicetuskan oleh Edmund Husserl.

“Gila sebagaimana yang diangkat dalam cerpen tersebut adalah orang tereleminasi dengan lingkungan sosialnya, bukan gila layaknya yang dipamahi banyak orang, atau makna gila yang dikonstruksikan oleh publik oleh pandangan medis,” jelasnya.

Akan tetapi, Maniro, melihat, bahwa cerita yang ditulis Yant Kaiy tidak bisa sutuhnya dikatakan cerpen. Dia memberinya nama sebagai fragmen. 

Sementara itu, Yant Kaiy sebagai penulis dari cerpen tersebut mengungkapkan, bahwa cerpen yang ditulisnya itu merupakan saksi nyata atas sebuah peristiwa yang dialami sahabatnya yang dianggap gila oleh banyak orang.

“Cerpen ini bukan rekaan semata, melainkan kisah nyata yang dialami oleh salah satu sahabat saya sehingga menjadi sebuah cerita,” jelasnya.

Sebelum acara ditutup, Ketua Lesbumi MWCNU Pasongsongan, Akhmad Jasimul Ahyak, berharap gairah kesusastraan di Pasongsongan lebih dihidupakan.

“Sepertinya, perkembangan kesusastraan di Pasongsongan masih terkesan jalan di tempat. Karena itu, Lesbumi Pasongsongan siap memfasiltasi para penggiat sastra,” pungkasnya.

Pewarta: Amir

Editor:  Ato el Real

Dokumen: MWCNU Pasongsongan

Posting Komentar

0 Komentar