Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi)
MWCNU Pasongsongan gelar sarasehan budaya, Senin (23/10/2023), di Gedung KH
Wabah Hasbullah, Desa Panaongan, Kecamatan Pasongsongan.
Sarasehan budaya yang mengusung tema “Sastra, Santri, dan
Lesbumi” merupakan upaya Lesbumi NU Pasongsongan dalam merefleksikan dua momentum bersejarah
yang kerap diperingati setiap bulan Oktober, yakni Hari Santri Nasional (HSN) dan
Bulan Bahasa dan Sastra.
Selain disuguhi pementasan puisi, acara yang dikemas
dengan nuansa reflektif tersebut juga dilaksanakan penyerahan hadiah bagi pemenang
HSN Award 2023 Tingkat Pasongsongan dalam lomba baca dan cipta puisi.
Ketua Lesbumi NU Pasongsongan Gus Ahmad Jasimul Ahyak
dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa acara yang saat ini digelar merupakan
ikhtiar Lesbumi Pasongsongan dalam menumbuhkan budaya literasi, khususnya karya sastra.
“Long life of education merupakan salah satu
tujuan jangka panjang dari diselenggarakannya acara ini. Untuk itu, kami berharap dukungan semua pihak atas upaya kami dalam meningkatkan dan mengembangkan apresiasi karya
sastra, utamanya di lingkungan pendidikan,” ungkapnya.
Sementara itu, Romzul Falah yang hadir sebagai
pemateri menjelaskan bahwa tradisi kebudayaan kerap menjadi beban dalam menulis
dan merayakan sastra dengan wajah yang baru. Padahal lokalitas, menurut dia,
tidak mesti memiliki daya superioritas yang lebih.
“Saya berasumsi bahwa sastra kita di Indonesia, lebih mengerucut
di Sumenep, ada beban tradisi kebudayaan yang masih sangat kental hingga hari
ini. Dari beban tradisi itulah, pada akhirnya agak sukar ketika ingin
membentuk, ingin menulis, ingin merayakan sastra dengan wajah yang baru, karena
ada beban tradisi itu,” terangnya.
Adapun beban tradisi kebudayaan yang dimaksud Romzul
bukan berarti mengubah sosiokultural masyarakat, melainkan hal itu lebih mengarah
kepada pembentukan karya sastra agar berkarakter.
“Karena itu, kita harus bisa memilih isu-isu yang
sudah di eksploitasi dan yang tidak. Sebab, mejadi kesalahan ketika kita menyuguhkan
sesuatu yang disuguhkan oleh sebelum-sebelum kita,” imbuhnya.
Terkait posisi Lesbumi dalam kesusastraan hari ini, Penyair
muda asal Kota Keris itu menyarankan agar Lesbumi lebih lentur dalam menerima
sesuatu yang baru.
“Bagaimana ketika Lesbumi dihadapkan pada sastra? Lesbumi
harus lebih lentur menerima sesuatu yang baru,” saran dia.
Pewarta: M Isqi
Editor: Siti Sofiyah
Dokumen: MWCNU
Pasongsongan
0 Komentar