Refleksi HUT ke-78 RI, Lesbumi Pasongsongan Gelar Tadarus Puisi

NU Online Pasongsongan

Dalam memaknai kemerdekaan Indonesia yang saat ini memasuki usia 78 tahun, Lesbumi MWCNU Pasongsongan gelar tadarus puisi, Rabu (16/08/2023), di Lantai Dasar Gedung K. Wahab Hasbullah, Desa Panaongan, Kecamatan Pasongsongan.

Selain diikuti oleh penyair, seniman, dan mahasiswa KKN UNIJA Sumenep , Acara yang bertajuk “Puisi sebagai Ekspresi Perjuangan Kelas” juga disemarakkan oleh beberapa komunitas musik setempat yang dipentaskan di sela-sela diskusi dan pembacaan puisi.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua MWCNU Pasongsongan K Ahmad Riyadi mengapresiasi acara yang dinilai sebagai kegilaan tersebut. 

"Dalam konteks kenusantaraan, hendaknya agama tidak dibenturkan dengan budaya. Bahkan, seni bisa menjadi alat untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama sebagaimana yang telah terjalin sejak lama. Inilah yang mungkin menjadi bagian dari tanggungjawab Lesbumi, sehingga terkadang langkah para pengurus Lesbumi dianggap sebagai kegilaan. Untuk itu, sebelum gila benaran, bergabunglah dengan Lesbumi," paparnya.

Sementara itu, Ketua Lesbumi NU Pasongsongan Ahmad Jasimul Ahyak mengungkapkan bahwa tadarus puisi digelar tidak hanya untuk mensyukuri hari ulang tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia, melainkan juga merenungi berbagai peristiwa penting yang dialami bangsa ini pasca kemerdekaan.

“Kemerdekaan itu tidak hanya terbebas perbudakan, kerja paksa, atau membayar upeti. Kemerdekaan hari ini adalah bangsa yang terbebas dari penguasa yang zalim, pejabat yang korup, pengusaha yang serakah, sekelompok orang yang mengkafirkan-kafirkan orang lain, dan lain semacamnya,” tegasnya.

Karena itulah, Habibi yang hadir sebagai pembicara berupaya mendefinisikan kembali makna kemerdekaan sesuai dengan konteks dan masanya. Melaui puisi “Dongeng Marsinah” karya Sapardi Djoko Damono dan “Merdeka” karya Wiji Thukul, pria yang lebih akrab disapa Ebi Langkung seakan beri gambaran penindasan yang dilakukan oleh bangsanya sendiri.

“Puisi mengungkapkan ketidaksetaraan, mengkritik narasi resmi yang tidak adil, dan mengajak kita untuk merenungkan kembali makna sebenarnya dari perjuangan dan kemerdekaan,” terangnya.




Pewarta: Hamdan
Editor: Siti Sofiyah
Dokumen: MWCNU Pasongsongan

Posting Komentar

0 Komentar